Nama : Herawati
Kelas : 2 Ap.A
Tugas : Berdakwah (Tema : menggunjing/ Ghibah)
JUDUL LARANGAN MENGGUNJING
Bissmillah hirohmannirohim
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah
tuhan semesta alam . Semoga salawat serta keselamatan tercurahkan selalu kepada
Nabi dan Rasul termulia. Berserta keluarga dan sahabat-sahabatnya, semuanya.
Teman-teman yang
Dirahmati Allah
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak utamanya kepada diri saya pribadi dan juga kepada teman-teman pada umumnya, untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Alloh, dengan sebenar-benarnya takwa yaitu ikhlas menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang telah dilarang. Kemudian marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak nikmat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk bersyukur. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam QS Ibrahim: 34:
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak utamanya kepada diri saya pribadi dan juga kepada teman-teman pada umumnya, untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Alloh, dengan sebenar-benarnya takwa yaitu ikhlas menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang telah dilarang. Kemudian marilah kita senantiasa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Allah telah melimpahkan kepada kita sedemikian banyak ni’mat. Jauh lebih banyak nikmat yang telah kita terima dibandingkan kesadaran dan kesanggupan kita untuk bersyukur. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam QS Ibrahim: 34:
Yang artinya:
"Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya."
"Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kalian tak dapat menentukan jumlahnya."
Selanjutnya
saya mengajak teman-teman untuk senantiasa memanjatkan sholawat dan
salam-sejahtera kepada teladan kita bersama… imamul muttaqin (pemimpin
orang-orang bertaqwa) dan qaa-idil mujahidin panglima para mujahid yang
sebenar-benarnya nabiyullah Muhammad Sallalahu ‘alaihi wa sallam.
Teman-teman yang Dirahmati Allah
Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Hujurat ayat 12:
Yang
artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian
prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang
di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat
di atas mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing atau seperti apa
yang telah ditafsirkan pula pengertiannya oleh Rasulullah, sebagaimana yang
terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah
berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah
menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.”
Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang
aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan
yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang
kamu katakan maka kamu telah berdusta (Fitnah).”
Menurut bahasa, kata ghibah berasal dari al-ghib (tidak tampak). Makna ghibah berkembang jadi bergunjing atau membicarakan aib orang yang tidak disukai. Ghibah merupakan penyakit jiwa yang berbahaya dan termasuk kelompok Nafsu Lawwamah. Terbentuknya ghibah karena munculnya sifat iri dan dengki dalam hati seseorang, karena faktor tidak suka, cemburu dan benci. Kemudian sifat tersebut mengkristal menjadi benih-benih su-uzhan (buruk sangka). Adapun pemicu munculnya su-uzhan karena panca indera rekaman terhadap semua peristiwa dengan disertai lintasan negatif thinking (pikiran yang buruk). Setelah itu, disimpulkan menjadi sebuah persepsi dan opini, padahal kesimpulan tersebut belum tentu sesuai dengan fakta dan realita. Selanjutnya, persepsi tersebut diekspresikan dalam bentuk kata-kata. Ketika itu, akal tidak mampu berpikir jernih karena tergulung gelombang ghibah, sehingga membuncah kalimat kebencian dan keburukan pada orang lain yang merupakan refleksi batiniahnya. Itulah yang disebut ghibah.
Ghibah adalah haram. Tidak ada pengecualian mengenai perbuatan ini kecuali bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat seperti beberapa hal atau kasus sebagai berikut:
Menurut bahasa, kata ghibah berasal dari al-ghib (tidak tampak). Makna ghibah berkembang jadi bergunjing atau membicarakan aib orang yang tidak disukai. Ghibah merupakan penyakit jiwa yang berbahaya dan termasuk kelompok Nafsu Lawwamah. Terbentuknya ghibah karena munculnya sifat iri dan dengki dalam hati seseorang, karena faktor tidak suka, cemburu dan benci. Kemudian sifat tersebut mengkristal menjadi benih-benih su-uzhan (buruk sangka). Adapun pemicu munculnya su-uzhan karena panca indera rekaman terhadap semua peristiwa dengan disertai lintasan negatif thinking (pikiran yang buruk). Setelah itu, disimpulkan menjadi sebuah persepsi dan opini, padahal kesimpulan tersebut belum tentu sesuai dengan fakta dan realita. Selanjutnya, persepsi tersebut diekspresikan dalam bentuk kata-kata. Ketika itu, akal tidak mampu berpikir jernih karena tergulung gelombang ghibah, sehingga membuncah kalimat kebencian dan keburukan pada orang lain yang merupakan refleksi batiniahnya. Itulah yang disebut ghibah.
Ghibah adalah haram. Tidak ada pengecualian mengenai perbuatan ini kecuali bila terdapat kemaslahatan yang lebih kuat seperti beberapa hal atau kasus sebagai berikut:
1.
Orang yang mazhlum (teraniaya) boleh
menceritakan dan mengadukan kezaliman orang yang menzhaliminya kepada seorang
penguasa atau hakim atau kepada orang yang berwenang memutuskan suatu perkara
dalam rangka menuntut haknya.
2.
Meminta bantuan untuk menyingkirkan
kemungkaran dan agar orang yang berbuat maksiat kembali ke jalan yang benar.
Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah kemungkaran
dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak. Selain itu ini juga
merupakan kewajiban manusia untuk ber-amar ma'ruf nahi munkar.
3.
Memperingatkan kaum muslimin apabila ada
perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya, menurut ijma'
ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum muslimin. Hal ini
dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat. Ghibah dengan tujuan seperti ini
jelas diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian hadits.
Teman-teman yang berbahagia
Dalam sekelompok orang yang sedang dalam perbincangan, kita sering menemui pembicaraan yang mengarah kepada kejelekan seseorang, entah yang memulai pembicaraan itu kita atau orang lain, disadari atau tidak disadari. Yang jelas apabila kita ikut larut dalam memperbincangkan kejelekan orang maka kita telah berbuat ghibah yang dalam Al-Qur’an dan hadits telah diterangkan perbuatan itu adalah terlarang (haram). Maka bagaimana sebaiknya kita menyikapi kasus yang demikian? Insya Allah berikut ini adalah poin-poin yang dapat menjauhkan kita dari ghibah:
Dalam sekelompok orang yang sedang dalam perbincangan, kita sering menemui pembicaraan yang mengarah kepada kejelekan seseorang, entah yang memulai pembicaraan itu kita atau orang lain, disadari atau tidak disadari. Yang jelas apabila kita ikut larut dalam memperbincangkan kejelekan orang maka kita telah berbuat ghibah yang dalam Al-Qur’an dan hadits telah diterangkan perbuatan itu adalah terlarang (haram). Maka bagaimana sebaiknya kita menyikapi kasus yang demikian? Insya Allah berikut ini adalah poin-poin yang dapat menjauhkan kita dari ghibah:
1.
Pertama merasakan apakah yang
dibicarakan itu termasuk ghibah atau bukan. Caranya mudah, yaitu bayangkan
seandainya orang yang kita bicarakan itu mendengar apa yang kita bicarakan,
jika dia merasa tidak senang maka itu adalah perbuatan ghibah.
2.
Setelah mengetahui haramnya ghibah maka berusaha
semaksimal mungkin untuk menjauhinya yaitu dengan menyeleksi apa yang akan kita
katakan. Apabila kita ketahui apa yang akan kita katakan itu tergolong ghibah,
maka harus ditahan untuk mengatakannya. Atau apabila kita kemudian menyadari
apa yang terlanjur kita katakan itu adalah ghibah karena khilaf tidak sengaja,
maka sesegera mungkin beristighfar dan bertekad untuk lebih berhati-hati dalam
berbicara.
3.
Menelaah, merenungkan, dan meyakinkan
diri sendiri bahwa dengan membicarakan kejelekan orang lain sebetulnya itu sama
sekali tidak akan menambah derajat kita. Justru orang yang sering berbuat
ghibah akan mudah untuk tidak dipercaya orang lain, dan hatinya pun tidak akan
tenteram.
4.
Menyadari bahwa seseorang yang kita
bicarakan kejelekannya itu sebenarnya adalah saudara kita sendiri, bukan musuh
yang harus dihujat atau pun dicela. Sekiranya seseorang tersebut melakukan
perbuatan tercela atau yang kurang berakhlak maka sesungguhnya dia belum
mengetahui tentang ilmu, maka kita seyogyanya ikut menunjukinya kepada jalan
yang lurus bukannya malah menggunjingnya.
5.
Jika kita diajak membicarakan kejelekan
orang lain oleh seseorang maka kita harus menyadari bahwa ada dua kemungkinan
tentang orang yang menggunjing, pertama, karena dia belum tahu haramnya ghibah
menurut Islam atau kemungkinan kedua, yaitu dia sedang khilaf tanpa sengaja
telah menggunjing. Maka berusahalah untuk menghentikannya secara ma’ruf tanpa
menyinggung perasaannya. Pertama ingatkanlah secara lisan bahwa kita dilarang
berbuat ghibah. Jika belum berhenti, maka kita bisa menanggapi seperlunya
kemudian berusaha mengalihkan kepada pembicaraan yang lebih baik. Jika
sekiranya kedua upaya itu belum menghentikannya berbuat ghibah maka diam adalah
lebih baik, kemudian berdoa supaya kita dan orang tersebut sama-sama dijauhkan
dari perbuatan ghibah.
Itulah beberapa hal yang dapat saya
sampaikan, bahwa sesungguhnya ghibah itu dilarang dan merupakan salah satu
penyakit hati yang harus bisa berusaha untuk menyembuhkannya. Demikian ceramah
singkat ini saya sampaikan kalau ada kata-kata yang salah saya mohon ampun dan
kepada Allah saya mohon ampun.
Ahirul
kalam Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Selasa, 07 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar